Merancang tunggangan low rider nggak boleh setengah hati. Terlebih kalau dibikin ala kadar atau yang penting motor kelihatan pendek juga mulor ke belakang. Sialnya, daya tahan malah jadi nggak mumpuni. Handling juga kurang oke. Mau..?
Azas begitu jelas nggak dipakai Hadian alias Ian, pemilik bengkel Plaza Motor (PM) saat meracik Karisma low rider milik Fajar Sulitian. Meski tampilannya enggak begitu cihuy, tapi konstruksi low rider yang diterapkan warga Jl. Lamandau, Depok Dalam ini masih boleh bejaban.
“Masalahnya Fajar juga suka turing selain gaul harian. Kalau bikin low rider ala kadar, nanti kena komplain. Mending dirancang sematang mungkin,” tegas Ian yang buka gerai di Jl. Sentosa Raya, No. 10, Depok II.
Dan kuncinya terletak pada penerapan lengan ayun selonjor garapan sendiri. Kata mantan siswa sekolah mekanik HMTC Depok, peranti ini sengaja dibikin baru ketimbang nyambung besi di swing-arm asli. Risikonya jauh lebih gede, cuy!
“Kalau nanti patah atau bengkok di tengah jalan akibat nggak tahan beban, pastinya bikin repot. Pasalnya semua komponen yang diubah masih saling bertalian. Nah, kalau aslinya tinggal ganti,” ungkapnya.
Oleh sebab itu Ian mengaku lebih baik meracik lengan ayun baru ketimbang nyambung. Sebab dengan membuat dimensinya lebih panjang sekitar 70 cm dari part asli yang cuma sekitar 40 cm, pasti kekuatannya jauh lebih sempurna.
Selain memanjangkan lengan ayun dengan cara bikin baru, Ian juga memikirkan posisi pasang sokbreker belakang. Sebab mundurnya posisi sumbu roda belakang, otomatis bikin pegangan sok belakang juga harus digeser. Tentu agar tumpuan beban redaman tidak pada satu titik.
“Karena mulor terlalu panjang, yang pas pasang dua sok. Tumpuan bawah ada di depan poros roda belakang, agar posisi peredam kejut nggak terlalu rebah,” yakinnya.
Azas begitu jelas nggak dipakai Hadian alias Ian, pemilik bengkel Plaza Motor (PM) saat meracik Karisma low rider milik Fajar Sulitian. Meski tampilannya enggak begitu cihuy, tapi konstruksi low rider yang diterapkan warga Jl. Lamandau, Depok Dalam ini masih boleh bejaban.
“Masalahnya Fajar juga suka turing selain gaul harian. Kalau bikin low rider ala kadar, nanti kena komplain. Mending dirancang sematang mungkin,” tegas Ian yang buka gerai di Jl. Sentosa Raya, No. 10, Depok II.
Dan kuncinya terletak pada penerapan lengan ayun selonjor garapan sendiri. Kata mantan siswa sekolah mekanik HMTC Depok, peranti ini sengaja dibikin baru ketimbang nyambung besi di swing-arm asli. Risikonya jauh lebih gede, cuy!
“Kalau nanti patah atau bengkok di tengah jalan akibat nggak tahan beban, pastinya bikin repot. Pasalnya semua komponen yang diubah masih saling bertalian. Nah, kalau aslinya tinggal ganti,” ungkapnya.
Oleh sebab itu Ian mengaku lebih baik meracik lengan ayun baru ketimbang nyambung. Sebab dengan membuat dimensinya lebih panjang sekitar 70 cm dari part asli yang cuma sekitar 40 cm, pasti kekuatannya jauh lebih sempurna.
Selain memanjangkan lengan ayun dengan cara bikin baru, Ian juga memikirkan posisi pasang sokbreker belakang. Sebab mundurnya posisi sumbu roda belakang, otomatis bikin pegangan sok belakang juga harus digeser. Tentu agar tumpuan beban redaman tidak pada satu titik.
“Karena mulor terlalu panjang, yang pas pasang dua sok. Tumpuan bawah ada di depan poros roda belakang, agar posisi peredam kejut nggak terlalu rebah,” yakinnya.
DATA MODIFIKASI
Sok depan : Honda Grand
Setang : Handmade
Cakram Belakang : Variasi 31 mm
Sepatbor belakang : Variasi
Headlamp : Variasi Sepeda
Spion : Variasi
Penulis/Foto : Kris/Yudi